Pelayanan kesehatan
di Indonesia saat ini semakin jauh dari kata “baik” bahkan cukup pun
belum. Berbagai masalah dari ketidak profesional perangkat kesehatan,
peralatan yang kurang memadai, dan biaya yang tak kunjung bisa ditekan
walaupun untuk Si Miskin.
Sangat disesalkan masalah-masalah itu semua
seakan tak kunjung hilang malah semakin semrawut. Dunia kesehatan
Indonesia butuh seorang tokoh yang bisa jadi panutan. Salah satu nama yang sangat sesuai adalah dokter Lo Siaw Ging.
Dokter Lo Siaw Ging adalah seorang dokter
sederhana yang tinggal di Jalan Jagalan 27, Kelurahan Jebres, Kota Solo.
Beliau lahir di Magelang, pada tanggal 16 Agustus 1934. Beliau
mempunyai seorang istri yang bernama Maria Gan May Kwee, tetapi sayang
dari pernikahannya tersebut tidak dikaruniai keturunan.
Dermawan dan Profesional
Dalam
mengobati pasiennya dokter Lo Siaw Ging tidak pernah meminta bayaran
apalagi menetapkan tarif. Sehingga dapat dipastikan bahwa pasien yang
datang ke tempat praktek dokter Lo Siaw Ging adalah orang yang tidak
mampu secara ekonomi, tidak hanya dari kota Solo tapi juga kota-kota
lainnya.
Cara kerja mantan Direktur RS Kasih Ibu itu,
membuat dia setiap bulan justru harus membayar tagihan dari apotek atas
resep-resep yang diambil para pasiennya. Ini tak terhindarkan karena ada
saja pasien yang benar-benar tak punya uang untuk menebus obat atau
karena penyakitnya memerlukan obat segera, padahal si pasien tak membawa
cukup uang.
Dalam kondisi seperti itu, biasanya setelah memeriksa dan menuliskan resep untuk sang pasien, Lo langsung meminta pasien dan keluarganya menebus obat ke apotek yang memang telah menjadi langganannya. Pasien atau keluarganya cukup membawa resep yang telah ditandatangani Lo, petugas di apotek akan memberikan obat yang diperlukan.
Pada setiap akhir bulan, barulah pihak apotek menagih harga obat tersebut kepada Lo. Berapa besar tagihannya? ”Bervariasi, dari ratusan ribu sampai Rp 10 juta per bulan.”
Bahkan, pasien tak mampu yang menderita sakit parah pun tanpa ragu dikirim Lo ke Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo. Dengan mengantongi surat dari dokter Lo, pasien biasanya diterima pihak rumah sakit, yang lalu membebankan biaya perawatan kepada Lo.
Satu lagi hal yang patut dipuji dari beliau
adalah beliau selalu ada saat pasiennya membutuhkan. Seperti yang
diungkapkan oleh Lies (55), ibu dua anak, warga Kepatihan Kulon, Solo,
yang selama puluhan tahun menjadi pasiennya mengatakan, ”Dokter Lo
praktik pagi dan malam. Setiap kali saya datang tak pernah tutup.
Sepertinya, dokter Lo selalu ada kapan pun kami memerlukan.”
Inspirasi
Dokter Lo mempunyai
dua orang yang menjadi inspirasinya selama ini yaitu seorang dokter di
Solo yang dikenal dengan nama dokter Oen, seniornya, dan sang ayah.
Lo selalu ingat pesan ayahnya saat memutuskan
belajar di sekolah kedokteran. ”Ayah saya berkali-kali mengatakan,
kalau saya mau jadi dokter, ya jangan dagang. Kalau mau dagang, jangan
jadi dokter. Makanya, siapa pun orang yang datang ke sini, miskin atau
kaya, saya harus terbuka. Saya tidak pasang tarif,” kata Lo yang namanya
masuk dalam buku Kitab Solo itu.
Papan praktik dokter pun selama bertahun-tahun tak pernah dia pasang. Kalau belakangan ini dia memasang papan nama praktik dokternya, itu karena harus memenuhi peraturan pemerintah.
Tentang peran dokter Oen dalam dirinya, Lo bercerita, selama sekitar 15 tahun dia bekerja kepada dokter Oen yang dia jadikan sebagai panutan. ”Dokter Oen itu jiwa sosialnya tinggi dan kehidupan sehari-harinya sederhana,” ujarnya.
Dari kedua orang itulah, Lo belajar bahwa kebahagiaan justru muncul saat kita bisa berbuat sesuatu bagi sesama. ”Ini bukan berarti saya tak menerima bayaran dari pasien, tetapi kepuasan bisa membantu sesama yang tidak bisa dibayar dengan uang,” katanya sambil bercerita, sebagian pasien yang datang dari desa suka membawakan pisang untuknya.
Gaya hidup sederhana membuat Lo merasa pendapatan sebagai dokter bisa lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Apalagi, dia dan sang istri, Maria Gan May Kwee atau Maria Gandi, yang dinikahinya tahun 1968, tak memiliki anak.
”Kebutuhan kami hanya makan. Lagi pula orang seumur saya, seberapa banyak sih makannya?” ujar Lo.
0 comments:
Posting Komentar