Di
Indonesia tahun 1970an menjadi masa penting perkembangan musik pop
Indonesia. Banyak solois dan band baru lahir di dekade ini. Rhoma Irama
juga anak zaman yang populer pada dekade ini dengan musik dangdut yang
kadang dibalut sound gitar ala Deep Purple. Nama-nama macam Koes Plus,
Panbers, D’lloyd dan lain-lain begitu popular sehingga menjadi idola.
Bagaimana gentre rock kala itu? Musik popular Indonesia dengan anak
terlarangnya yaitu musik rock pada decade 1970-an dalam catatan sejarah
cukup memberikan pengaruh yang krusial bagi perkembangan musik Indonesia
di masa yang akan datang. Tak ayal lagi hal itu terbukti dari perbincangan
yang tidak akan ada hentinya apabila kita mengulas kembali denyut nadi
perkembangan musik rock pada dekade tersebut.
Meski
tak banyak band rock Indonesia yang sukses dalam rekaman, namun sebagian
besar menuai kesuksesan dalam setiap aksi panggungnya. Elu-elu, yel yel
dan antusiasme penonton menjadi warna tersendiri bagi band rock meski
terkadang melahirkan cemoohan apabila aksi panggung kurang prima. Akan
tercatat dalam sejarah bahwa musik rock Indonesia tahun 70’an memberikan
kontribusi terhadap perkembangan musik Indonesia.
Grup musik rock AKA (singkatan dari Apotik Kali Asin, apotek milik orang tua Ucok Harahap, tempat mereka bermarkas dan latihan) dibentuk di Surabaya pada 23 Mei 1967 dengan formasi awal: Ucok Harahap (keyboard/vokal utama), Syech Abidin (drum/vokal), Soenata Tanjung (guitar utama/vokal), Harris Sormin (guitar/vocal) dan Peter Wass (bass). Peter Wass digantikan oleh Lexy Rumagit karena cedera ketika granat yang disiapkan untuk aksi panggung grup rock Ogle Eyes di Lumajang tiba-tiba meledak dan melukainya. Sejak 1969, Lexy Rumagit digantikan oleh Arthur Kaunang. Yang patut dicatat, semua pemain bass AKA adalah pemain kidal.
Ciri khas dari grup rock ini adalah kerap membawakan lagu-lagu Led Zeppelin, Grand Funk Railroad, Deep Purple, dan Jimi Hendrix, notabene waktu itu memang digemari anak-anak muda. Karena aksi panggung yang heroic, AKA dikenal sebagai grup rock eksentrik. Tak hanya di panggung, AKA juga telah meluncurkan beberapa album. Pada album pertama mereka, Do What You Like (1970), terdapat lima lagu berbahasa Indonesia dan tiga lagu berbahasa Inggris (Do What You Like, I've Gotta Work It Out, dan Glenmore). Meski dibentuk di tahun 1967, AKA TS masukkan ke daftar band rock Indonesia tahun 70an karena mereka baru eksis di era 70an.
2. SAS
Sepeninggal Ucok yang lebih memilih jalur solo, AKA akhirnya memutuskan bubar. Tiga personil sisa, membentuk kelompok baru, SAS, yang merupakan kependekan dari nama depan mereka. SAS inilah yang kemudian melambungkan nama Sonata Tanjung, Artur Kaunang, dan Syeck Abidin sebagai senior rock. Perpaduan Artur Kaunang sebagai basis (meski tangannya kidal), Syech Abidin (dram), dan Sonata Tanjung (gitar), betul-betul mengagetkan komunitas rock di Indonesia.SAS merekam album pertamanya Baby Rock tahun 1976. Album ini menembus sampai Australia. Arthur memberi pengaruh yang kenal pada SAS sehingga grup tersebut lebih condong ke jenis musik cadas atau underground macam Led Zeppelin hingga Grand Funk.
Beberapa lagunya seperti Nirwana, Sansekerta, (1983) hingga Badai Bulan Desember, betul-betul menjadi "lagu wajib" musisi rok tahun 70-an. Padahal tahun itu, kompetitor SAS cukup banyak juga. SAS kemudian merekam beberapa album diantaranya Baby Rock (1976), Bad Shock (1976), Blue Sexy Lady (1977), Episode Jingga (1985), Sirkuit (1988) dan Metal Baja (1991). Sampai detik ini bulan ada kata bubar dari ketiga personilnya. Namun hanya Arthur Kaunang yang masih menggeluti musik. Sedangkan Syech Abidin dan Sunata Tanjung lebih memilih fokus ke dunia religious.
3. Good Bless
God Bless adalah grup musik rock yang telah menjadi legenda di Indonesia. Dasawarsa 1970-an bisa dianggap sebagai tahun-tahun kejayaan mereka. Salah satu bukti nama besar mereka adalah sewaktu God Bless dipilih sebagai pembuka konser grup musik rock legendaris dunia, Deep Purple di Jakarta (1975). Awal terbentuknya God Bless ketika kembalinya Ahmad "Iyek" Albar ke Tanah Air setelah beberapa tahun tinggal di Belanda. Iyek lalu mengajak Ludwig Lemans (gitaris Clover Leaf, band Iyek ketika masih di Belanda), alm. Fuad Hassan (drum) dan Donny Fattah (bass) untuk membentuk band. Ban dtersebut dinamakan Crazy Whells sebelum akhirnya berganti nama menjadi God Bless.
Tahun 1970-an, boleh dibilang adalah masa kejayaan God Bless di panggung. Diantara beberapa band Rock yang timbuh saat itu, sebut saja macam Giant Step, The Rollies dan AKA, God Bless hampir tak tertandingi. Kendati kerap mengusung reportoar asing milik Deep Purple, ELP, hingga Genesis, namun aksi panggung serta skill masing-masing porsonelnya boleh dibilang di atas rata-rata. Di tambah lagi God Bless pernah mendapat kehormatan untuk mendampingi konser Suzi Quarto dan Deep Purple di Jakarta. Namun keseringan menyanyikan lagu asing berimbas pada album perdana mereka, yang banyak terpengaruh sound Genesis.
5 tahun berselang Gob Bless merilih album kedua “Cermin”. Pada album ini, konsep musik God Bless sedikit berubah menghadirkan ramuan aransemen lagu-lagunya terkesan lebih rumit. Album Cermin pun merupakan representasi dari pemberontakan God Bless terhadap dominasi industri rekaman ketika itu yang selalu mencekokkan komersialisme atas tuntutan pasar yang ketika itu sedang didominasi musik pop yang bertemakan cinta dalam pandangan secara sempit. Album ini sering disebut-sebut sebagai album God Bless paling idealis dan terbaik dari sisi musikalitasnya. Dan menjadi barometer kwalitas sebuah band rock waktu itu, manakala mampu memainkan lagu-lagu dari album Cermin.
Pada tahun 1988 God Bless akhirnya melahirkan album come back Semut Hitam yang meledak di pasaran waktu itu, dengan hitsnya seperti Rumah Kita, Semut Hitam, atau Kehidupan. Secara penjualan, album Semut Hitam ini adalah album God Bless paling laris. Di album ini, terjadi lagi perubahan konsep musik God Bless. Dari yang tadinya lebih bernuansa rock progresif secara drastis berubah menjadi sedikit lebih keras dengan adanya pengaruh musik hard rock dan heavy metal. Hingga kini God Bless telah merilis 6 album plus 3 album kompilasi. Tak bisa ditampik apabila God Bless merupakan grup rock terbesar di Indonesia yang masih eksis bermusik hingga sekarang.
4. Giant Step
Nama Giant Step memang tidak sefenomenal dan melegenda seperti halnya God Bless. Namun, grup era 1970-an asal Kota Bandung ini bisa dikatakan sebagai satu-satunya band rock Indonesia pada masa itu yang paling tidak suka membawakan lagu-lagu orang lain. Dengan kata lain Giant Step merupakan band rock yang berani "melawan arus" pada masa itu. Ketika band-band rock pribumi lain gemar membawakan lagu-lagu karya The Beatles, Rolling Stones, Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, atau Grand Funk Railroad, Giant Step justru lebih bangga membawakan lagu-lagu karya mereka sendiri.
Formasi awal Giant Step terdiri dari Benny Soebardja, Deddy Stanzah, Sammy dan Yockie namun tidak bertahan lama. Kemudian Benny mengajak Adhi Haryadi (bass), Yanto Sudjono (drum), dan Deddy Dores (vokal dan kibor). Tahun 1975 Giant Step mulai masuk dapur rekaman dan memulai debut album yang diberi judul Giant Step Mark-I (1976). ). Tidak lama kemudian Albert Warnerin juga bergabung. Selama perjalanan band ini kerap berganti personil dan sempat lama vakum setelah meluncurkan album Giant Step 6. Sempat come lewat album Gregetan namun setelah itu bubar. Giant Step termasuk band rock yang lumayan produktif. Setidaknya ada tujuh album yang dihasilkan dalam kurun waktu 1975-1985.
5. The Gembell's
Band ini berasal dari singkatan unik 'Gemar Belajar' yang terbentuk pada Oktober 1969 di Surabaya. Formasi pertama grup ini yaitu Victor Nasution, Rudy Ananta (, Abubakar (bass), Minto Muslimin, Anan Zaman, dan Eddy Mathovani. Hampir seluruh personelnya masih berstatus mahasiswa di beberapa universitas di Surabaya. Tak heran jika formasi pertama The Gembells ini tidak bertahan lama, karena kesibukan setiap personel dengan kuliahnya.
Di tengah derasnya arus musik underground yang dibawakan grup yang sama-sama dari Surabaya, AKA, The Gembells justru berhasil mempertahankan ciri khasnya sebagai grup musik pelantun tembang-tembang dengan lirik yang mengagungkan sikap kepahlawanan dan protes sosial yang aransemen musiknya ditata secara manis. Karena hal itulah The Gembells lebih menyukai aliran dan warna musik mereka dengan sebutan 'Afro Asia Sound', yakni perpaduan antara musik Afrika dan musik Asia. Di Indonesia, nama The Gembells jarang dipublikasikan di media massa, namun justru di Singapura, band ini menjadi pembicaraan hangat anak muda di sana.
Album perdana mereka berisikan lagu karya mereka berjudul Pahlawan yang Dilupakan. Uniknya mereka masuk dapur rekaman tanpa menjalani tes terlebih dahulu layaknya grup-grup yang lain. Sedangkan untuk lebih memasyarakatkan warna musik 'Afro Asia Sound' yang dikibarkan mereka pun sering mengisi acara dengan grup-grup musik yang sudah punya nama. Dalam kiprah di blantika music Indonesia, The Gembells total merilis 10 album.
6. Freedom of Rhapsodia
Band ini berasal dari Kota Kembang Bandung, dibentuk oleh beberapa musisi, antara lain Soleh Sugiarto Djayadihardja (drums, vokal), Deddy Dores (lead guitar, vokal), Utte M Thahir (bass), dan Alam (lead vocal). Kekuatan aransemen musik grup ini, karena mampu memadukan alat musik tiup brass section ketika memainkan nomor-nomor souls dari James Brown, dan hard rock dari Deep Purple maupun Alice Cooper yang menjadikan ciri khas mereka.
Dunia rekam mulai mereka jejaki tahun 1972 lewat debut album “Vol I” yang melambungkan lagu hit Hilangnya Seorang Gadis membuat nama Freedom Of Rhapsodia semakin dikenal di Tanah Air yang kabarnya album ini terjual hingga 50 ribu keping. Bahkan 35 tahun kemudian (2007) di aransemen ulang oleh Erwin Gutawa dalam album Rockestra dengan nuansa yang lebih ngerock.
Keberhasilan Freedom Of Rhapsodia dalam rekaman membuat mereka dipercaya mendampingi konser grup musik pop D'Lloyd yang sedang naik daun saat itu di tahun 1972. Keberadaan Freedom dalam dunia rekaman musik Indonesia sempat terhenti ketika grup ini sudah menyelesaikan album keempat, karena mundurnya Deddy Dores. Perlahan pamor band ini meredup seiring emaraknya musik pop progresif ala Badai Band pada awal 1977, membuat Freedom semakin sulit untuk memosisikan keberadaan warna musiknya. Diperparah dengan kepadatan aktivitas para pesonilnya di luar.
7. The Rollies
The Rollies adalah kelompok rock tertua Indonesia dan termasuk grup yang paling sering mengalami bongkar pasang pemain. Dalam perjalanannya, grup yang beraliran soul funk ini telah merintis ke dunia rekaman pada tahun 1967 ini sempat menjadi grup papan atas yang disegani penonton terutama di kota Bandung, Jakarta, Medan, dan Malang. Banyak yang menganggap The Rollies sebagai peletak dasar band rock Indonesia yang telah memberikan kontribusi bagi musik Indonesia masa kini. . Para personilnya antara lain terdiri dari Bangun Sugito (vokal), Uce F. Tekol (bass), Jimmy Manoppo (drum), Didit Maruto, Marwan, Delly Joko Arifin (keyboards/vokal), dan Teungku Zulian Iskandar (saksofon). Selain itu mantan personilnya antara lain adalah Deddy Stanzah, Benny Likumahuwa (trombon), Bonny Nurdaya (gitar) dan Iwan Krisnawan.
Saat pertama terbentuk The Rollies sering membawakan repertoar lagu-lagu dari grup musik luar negeri di antaranya seperti The Beatles, Bee Gees, The Rolling Stones. Sekitar awal tahun 70’an musik Indonesia tengah diguncang trend musik pop seperti Koes Plus, Panbers, The Mercy's, Favorite's Group, hingga D'Lloyd. Dengan keberaniannya, The Rollies merilis album perdana bertajuk Let's Start Again pada tahun 1971, menyusul kemudian album Bad News dan Sign Of Love dengan format musik tidak biasa. Banyak pihak label rekaman menilai The Rollies dianggap tidak komersil. Meskipun dianggap kurang komersil, namun ada beberapa lagu The Rollies yang membekas di khalayak pendengar masa itu. Seperti contoh lagu "Salam Terakhir", dan "Setangkai Bunga". The Rollies justru lebih banyak memperoleh sambutan di pentas-pentas pertunjukan.
Ketenaran The Rollies mulai runtuh. Tiga di antara personelnya terlibat penggunaan psikotropika. Kemudian Deddy Stanzah memilih mundur dari The Rollies dan Iwan Krisnawan meninggal dunia pada tahun 1974. Posisi vokalis hanya tinggal Gito sendiri. Namun, The Rollies yang sedang banyak mengalami cobaan akhirnya bisa memulihkan diri. Direkrutlah Oetje F Tekol (bass) dan Jimmie Manoppo (drum) yang menjadikan The Rollies seolah memiliki energi baru. The Rollies kembali merilis album “Tiada Kusangka tahun 1976 di bawah. Sempat pula muncul dengan nama baru “New Roliies”.
8. Super Kid
Ide pembentukan Superkid berasal dari Denny Sabri, wartawan majalah Aktuil yang sangat terobsesi untuk membentuk group band dengan citra seperti Cream hingga Grand Funk Railroad. Dia mengajak Deddy Dores yang baru saja hengkang dari Giant Step bersama Deddy Stanzah serta Jelly Tobing mantan drummer C’Blues dan Menstril’s. Atraksi yang menjadi trademark-nya Superkid adalah hampir disetiap pertunjukannya mereka memulai dengan menembakan dry ice ke drum set-nya Jelly Tobing disusul dengan tembakan lampu warna warni dari lighting system yang apik disertai dengan kepalan tangan yang disilangkan oleh Deddy Stanzah untuk menyapa penonton.
Pada kurun waktu 1976-1977 merupakan era keemasan Superkid, dimana-mana para remaja di seantero Indonesia terkena wabah Superkid apalagi di Bandung dan Jawa Barat serta Jakarta. Mereka menjadi sangat penasaran untuk menyaksikan penampilan group garapannya Denny Sabri yang penuh dengan sensasi itu. Keunggulan utama Superkid ini memang terletak pada gaya panggung Deddy Stanzah yang memikat disamping accent Inggrisnya yang nyaris seperti bule belum lagi gaya main gitar Deddy Dores yang dalam aksinya kerap menghantam gitar yang dimainkannya ke sound system hingga patah berkeping-keping. Sedangkan Jelly tidak kalah gilanya di setiap show Superkid dia selalu meng hamtamkan stick drum-nya kederetan drum yang mengelilinginya sampai stick itu patah- patah bahkan drum yang dia mainkan tidak jarang sampai jebol.
Order manggung mereka nyaris tak terkalahkan dalam sejarah konser musik cadas di Indonesia saat itu, karena dalam satu bulan Superkid lebih dari 20 kali manggung diseluruh Tanah Air!. Suatu prestasi yang sangat luar biasa yang mungkin hingga saat ini tidak pernah ada satu group band-pun di Tanah Air yang dapat menyamakannya sekalipun God Bless, Rollies, SAS.
9. C'Blues
C'Blues ternyata bukan band yang memainkan blues. C'Blues sendiri bermuasal dari bahas sunda seblu yang berarti lecek atau kumal. Lalu diplesetkan seolah berbahasa Inggeris. C'Blues telah berkali-kali bongkar pasang formasi. Namun ketika memasuki formasi yang ke 6 pada tahun 1972 yang terdiri atas alm. Adjie bandy, Achmad Luther, Idang, Nono dan Bambang, barulah nama C'Blues dikenal khalayak. Mungkin karena mereka baru saja merilis album perdana di Remaco dengan sebuah hits keroncong bertajuk "Arjati".
C'Blues lalu meluncurkan album kedua dengan sampul album yang mengingatkan kita pada gerakan psychedelic.Di album ini mencuat sebuah hit yang dinyanyikan Adjie Bandy bertajuk "Ikhlas".rasanya lagu inilah yang paling populer dalam perjalanan musik C'Blues. Sayangnya,C'Blues memang selalu mengalami gonjang ganjing.Beberapa personil masuk dan keluar silih berganti.Bubar pun tidak.Ini yang akhirnya membuat C'Blues lama kelamaan dilupakan orang.
10. Golden Wing
Tak banyak band rock di era 70’an apalagi berasal dari luar Jawa. Salah satunya Golden Wing, band asal Palembang yang diawaki oleh pemain-pemain antara Piter Kenn pada lead guitar; Kun Lung (Bass Guitar); Tarno (drums), dan Karel Simon bertugas sebagai pemain gitar pengiring dan penyanyi utama. Sekitar tahun 1972 atau 1973 personil Golden Wing mengalami perombakan, beberapa pemain diganti dan awak band ini menjadi terdiri dari : Piter Kenn; Kun Lung (ganti nama menjadi Iksan); Carel Simon; Dedi Mantra (keyboard), dan Victor Eky (drums). Pada tahun 1973, kelompok-kelompok musik mulai merekam lagu-lagu mereka sendiri. Kita tentu ingat, mulai tahun ini bermunculan band-band tenar dengan lagu-lagu mereka sendiri, seperti : Rollies; Rhapsodia; Aka; Mercy’s; Panbers; Bentoel dan lain-lain.
Pada tahun 1974, Golden Wing meluncurkan album pertama mereka yang diberi label Mutiara Palembang. sebuah lagu pop daerah Sumsel yang diracik secara apik berjudul Sebambangan. Pada album ini, awak Golden Wing sudah dengan formasi baru, yakni : Piter Kenn pada gitar utama; Areng Widodo (berasal dari Yogya) pada bass; Carel Simon/lead vocal; Dedi Mantra (keyboard), dan seorang pemain drum baru. Album pop melayu ini boleh dikatakan merupakan album terakhir Golden Wing, karena setelah itu Carel Simon bersama-sama dengan isterinya, Hera Sofyan, dan S. Tarno mendirikan kelompok musik No Wing, yang mengkhususkan diri merekam lagu-lagu pop daerah Sumbagsel.
11. The Rhytm of King's
The Rhytm of King’s adalah band asal Medan yang berkibar dalam dekade 1970-an. Formasi awal mereka beranggotakan Mawi Purba (bas, vokal), Mawan Purba (lead guitar, vocal), Reynold Panggabean (drum) dan Muchsin (rhytm). Ditengah kesibukan berlatih Reynold mengundurkan diri (digantikan Ayun) dan selanjutnya bergabung dengan The Mercy’s. Dalam setiap aksi panggung di Sumatera Utara dan Aceh mereka sering memainkan nomor-nomor dari Deep Purple, Lead Zeppelin, Black Sabath dan Santana.
Dalam perjalanannya mereka bahkan mampu menembus Singapura dan dikontrak main di night club Flamingo selama 3 bulan. Nama The Rhytm of King’s merambah tingkat Nasional setelah menghasilkan debut album Maafkanlah Beta (1970) dilanjutkan Pujaanku (1972) dan AIga (Pop Melayu/ 1973). Band ini bisa disebut lebih eksis sebagau band panggung, namun mereka tak menyesali kurang terkenal sebagai band rekaman.
sumber + wikipedia
3 comments:
informasinya berguna menambah wawasan bagi kami salam kenal dari pengrajin jaket kulit Garut
legenda Indonesia - https://www.youtube.com/watch?v=1qb_9XfmQI0
Para legenda 70'an ..
https://www.youtube.com/watch?v=1qb_9XfmQI0
Posting Komentar